METODA PENAMBANGAN
Kegiatan penambangan adalah
serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil endapan bahan galian dari
dalam dan luar permukaan bumi berupa batuan atau material yang berharga,
kemudian dapat dimanfaatkan secara ekonomis.
Adapun kegiatan penambangan yang dilakukan meliputi
beberapa tahap, yaitu :
-
Kegiatan pembongkaran
-
Kegiatan pemuatan.
- Kegiatan
pengangkutan dan proses pengolahan batuan.
1.
KEGIATAN PEMBONGKARAN
Secara umum kegiatan pembongkaran
adalah suatu proses pemisahan material batuan dari batuan induknya dengan cara
peledakan, agar kemudian dapat dimanfaatkan untuk keperluan bahan baku industry
dan dapat bernilai ekonomis.
Dalam suatu proses penambangan bahan
galian, kegiatan pembongkaran batuan termasuk kedalam salah satu unsur penting,
dimana kegiatan ini merupakan bagian dari proses untuk pengadaan bahan baku
untuk diolah.
1.1. KEGIATAN
PEMBORAN
Adapun kondisi batuan yang akan
digali atau dimanfaatkan bermaca-macam karakteristik, tekstur, struktur dan
kekerasannya, maka dalam usaha-usaha tersebut perlu diterapkan suatu metode
yang tepat. Misalnya terhadap batuan yang keras (andesit), maka
proses pemanfaatannya dapat dilakukan dengan metode peledakan. Tetapi sebelum
pelaksanaan keputusan pekerjaan peledakan, perlu dipertimbangkan terlebih
dahulu adanya fakto-faktor pemilihan bahan peledak dan factor-faktor teknis
yang mempengaruhi hasil dari suatu proses tersebut, sehingga ketetapan
pekerjaan dapat tercapai.
Metode pemboran yang utama dipergunakan
dalam tambang terbuka atau quarry adalah pemboran pertikal atau miring.
Dalam pekerjaan tambang, pemboran ini dilakukan untuk media bahan peledak.
Sehingga dapat difungsikan sebagaimana mestinya dan juga pemboran ini sangat
berpengaruh terhadap bentuk permukaan tambang khususnya bentuk bench yang
diledakkan. Oleh karena itu, agar hasil dari suatu proses peledakan baik itu
dilihat dari fragmentasi batuan dan kondisi dari tambang yang terbentuk
terkoordinasi dengan baik, maka pola pemboran yang baik, aman dan efisien
adalah “Staggered Dill Pattern” dan pola peledakan yang digunakan adalah
“Staggered ‘V’ Cut”.
Sedangkan dalam pemilihan alat bor
untuk tambang terbuka dan quarry yang memakai metoda peledakan jenjang,
ada beberapa factor yang harus diperhatikan, antara lain : ukuran dan kedalaman
lubang ledak, jenis batuan, kondisi lapangan dan lain sebagainya.
a.
Jenis Batuan, dimana menentukan pemilihan alat bor, percussive atau
rotary-rushing, dipakai untuk batuan yang keras, rotary-cutting dipakai
untuk batuan sedimen.
b.
Tinggi Jenjang,
parameter yang dihubungkan dengan ukuran lainnya. Tinggi jenjang ditentukan
terlebih dahulu dan parameter lainnya disesuaikan atau ditentukan setelah
mempertimbangkan aspek lainnya. Dalam tambang terbuka dan quarry diusahakan
tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu, dengan beracuan pada peralatan bor
yang tersedia. Tinggi jenjang jarang melebihi 15 meter, kecuali ada
pertimbangan lain.
c.
Diameter Lubang
Ledak, faktor penting dalam menentukan ukuran diameter lubang ledak adalah
besarnya target produksi. Diameter yang lebih besar akan memberikan laju
produksi yang tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan ukuran diameter
lubang ledak adalah fragmentasi batuan yang dikehendaki dan batasan getaran
yang diijinkan.
d.
Kondisi
Lapangan, kondisi lapangan sangat mempengaruhi pemilihan peralatan.
e.
Fragmentasi,
adalah istilah yang menggambarkan ukuran dari pecahan batuan setelah peledakan
dan pada umumnya fagmentasi dipengaruhi oleh proses selanjutnya.
Kecepatan pemboran dipengaruhi oleh
kekerasan batuan, diameter mata bor dan masalah-masalah yang dihadapi saat
proses pemboran dilakukan. Berdasarkan data dan perhitungan
diketahui cycle time rata-rata pemboran, maka didapat persamaan sebagai
berikut :
Vdr =
H/CTp
Dimana :
= 60 menit/CTp = lubang
bor/jam
Dimana :
H
: Kedalaman lubang bor rata-rata (meter/lubang)
CTp : Waktu
daur pemboran rata-rata (menit/lubang)
Vdr :
Kecepatan pemboran kotor (meter/menit)
1.2. KEGIATAN
PELEDAKAN
Tujuan dari peledakan adalah untuk
mempersiapkan material atau broken rock sebagai umpan pabrik pengolah,
untuk diolah sesuai dengan kebutuhan serta tanpa mengabaikan aspek keselamatan
kerja.
PENGENALAN BAHAN PELEDAK
Definisi Bahan Peledak
Bahan peledak (explosive) adalah zat kimia yang
berwujud padat, cair atau campuran padat dan cair yang apabila terkena sesuatu
aksi yang berupa panas/benturan/hentakan atau gesekan yang berubah secara
kimiawi menjadi zat-zat lain yang lebih stabil yang sebagian besar atau
seluruhnya berbentuk gas dimana perubahan tersebut berlangsung dengan cepat dan
disertai efek panas dan tekanan yang tinggi.
Bahan peledak yang diperdagangkan pada umumnya merupakan
campuran dari persenyawaan-persenyawaan yang mengandung empat elemen dasar,
yaitu : Carbon, Hidrogen, Nitrogen, dan Oksigen, tetapi kadang-kadang
persenyawaan-persenyawaan lain yang mengandung elemen-elemen tertentu seperti
Sodium, Aluminium, Calsium dan lain-lain, dengan maksud untuk menghasilkan
pengaruh-pengaruh tertentu dari bahan peledak yang dibentuknya. Menurut
fungsinya bahan-bahan pembentuk ramuan bahan peledak dapat dibedakan menjadi :
1. Zat kimia yang
mudah bereaksi, yang berfungsi sebagai explosive base,
Contoh :
-Nitrogen : NG = C3H5 (NO3)3. -TNT (tri nitro
toluene). –DNT, -Fulminate (campuran HNO3
+ alcohol + logam-logam).-Dan lain-lain.
2. Zat oksidator yang berfungsi sebagai
pemberi oksigen, contoh :
-NH4NO3 -KClO3 -NaClO3 -NaNO3.
3. Zat
tambahan yang berfungsi sebagai absorben, Contoh :
-Serbuk kayu, -Kanji,
-Serbuk
Belerang, -Dan lain-lain.
Bahan peledak yang diperdagangkan
kurang lebih adalah oksigen balance artinya jumlah oksigen yang terdapat dlam
campuran bahan peledak apabila bereaksi hanya cukup untuk membentuk : uap air,
karbon dioksida dan nitrogen terlepas sebagai gas nitrogen bebas. Kekurangan
atau kelebihan oksigen dalam campuran bahan peledak akan menghasilkan gas-gas :
Karbon monoksida atau nitro oksida, contoh :
Oksigen
Balance
3NH4NO3 + CH2
7H2O + CO2 + 3N2
Kelebihan
Oksigen
5NH4NO3 +
CH
11H2O + CO2 + 4N2 + 2NO
Kekurangan
Oksigen
2NH4NO3 + CH2
5H2O + 2N2 + CO
Uap air (H2O), CO2 dan N2 di sebut (smoke) dan CO, NO dan NO2 (fumes).
Sifat Umum Bahan Peledak
Pemilihan jenis bahan peledak untuk suatu operasi
peledakan tertentu memerlukan pengkajian teliti terutama mengenai sifat-sifat
penting daripada bahan peledak yaitu :
- Strength adalah kekuatan bahan peledak untuk meledakkan suatu batuan atau obyek yang dinyatakan dalam prosentase berat nitrogliserin yang terdapat dalam suatu bahan peledak “straight Dinamit”
- Sensitivity adalah ukuran atau tingkat kemudahan suatu bahan peledak untuk meneruskan reaksi peledakan sehingga dapat mengakibatkan bahan peledak itu meledak, Sensitivity suatu bahan peledak sangat berpengaruh terhadap pukulan, gesekan, panas, medan listrik, nyala dan getaran.
- Density adalah bahan peledak satuan volume tertentu, untuk menunjukkan density bahan peledak biasanya kita temui istilah “catridge count” atau “stik count” yang artinya menunjukkan jumlah catridge bahan peledak tersebut ukuran 1¼ X 8” yang terdapat dalam peti dengan berat bersih 50 lb. Dengan demikian makin tinggi catridge makin rendah density bahan peledak.
- Detonation Velocity adalah kecepatan rambat gelombang ledakan melalui kolom bahan peledak, makin tinggi kecepatan rambat gelombang ledakan suatu bahan peledak makin kuat bahan peledak tersebut.
- Stabilitas adalah kestabilan senyawa kimia bahan peledak untuk tidak mudah bereaksi dan berdekomposisi terhadap pengaruh luar seperti panas, dingin dan lain sebagainya. Makin stabil peledak tersebut makin mudah penanganan serta penyimpanan bahan peledak tersebut dan makin aman.
- Water Resistance adalah ketahanan bahan peledak terhadap air atau uap air baik dalam penyimpanan maupun penggunaannya, ketahanan terhadap air ini dipengaruhi oleh sifat kimia bahan peledak itu sendiri.
- Fumes Characteristic adalah suatu bahan peledak menunjukkan jumlah gas-gas beracun seperti CO, NOx yang terjadi setelah bahan peledak tersebut diledakkan. Selain fumes atau gas beracun, peledakan juga menghasilkan gas-gas yang tidak beracun yang disebut smoke misalnya H2O, CO2,
- Permisibilitas adalah merupakan syarat yang sangat penting bagi bahan peledak yang dipakai untuk penambangan batubara, dimana ledakannya tidak akan menyebabkan kebakaran atau ledakan tambang tersebut, karena biasanya terdapat gas methan dan debu batubara.
- Hygros Copicity adalah sifat bahan peledak yang mudah bereaksi/berpengaruh terhadap lingkungan luar khususnya terhadap kelembaban udara (uap air).
Klasifikasi Bahan Peledak
Pada umumnya bahan peledak
diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu :
-
Bahan Peledak Kuat (High
Explosive) contohnya ANFO
-
Bahan Peledak Lemah (Low
Explosive).
- Deflagrasi : Proses pembakaran yang cepat.
- Detonasi : Proses
pengembangbiakan (propagasi gelombang getaran melalui bahan peledak yang
diikuti dengan reaksi kimia yang menyediakan energy untuk kelanjutan proses
pengembangbiakan tersebut secara stabil).
High Explosive contoh ANFO
ANFO adalah jenis blasting agent yang merupakan
campuran dari bahan-bahan bukan bahan peledak (Amonium Nitrat + Fuel Oil).
Sifat Umum ANFO
a. Tidak termasuk Cap sensitive.
b. Tidak tahan terhadap air.
c. Density 0,7-0,9 dan Weight Strength 60
%
d. Kecepatan Detonasi 3.000-4.500 m/det.
e. Tidak tahan panas yang tinggi dan api.
f. Peka terhadap
listrik
g. Penanganan dan pengangkutannya mudah
dan aman.
h. Harga relatif murah.
Perbandingan Campuran ANFO
Untuk mendapatkan energi maksimum dan
tidak terjadi gas-gas beracun maka campuran bahan peledak harus oksigen
balance, maka untuk memperoleh campuran yang oksigen balance maka
perbandingan antara AN dengan FO, adalah : AN : FO = 94,5 : 5,5.
Campuran ini adalah model standard
(% berat). (Moelhim, 1990 : 25)
Gas-gas Beracun
Timbulnya gas-gas Beracun disebabkan oleh :
- Perbandingan
yang tidak tepat
- Penyimpanan
terlalu lama.
- Campuran tidak
merata
Maka untuk menghindari timbulnya gas-gas beracun tersebut
:
- Perbandingan
harus tepat.
- Campuran
merata.
- Menggunakan
persediaan lama terlebih dahulu.
PROSEDUR DAN HASIL PENELITIAN
Pembongkaran material (loosening)
merupakan tahap pengarjaan dari kegiatan penambangan yang bertujuan untuk
melepaskan material dari betuan induknya. Pembongkaran
material dapat dilakukan dengan cara mekanis dengan alat gali mekanis maupun
dengan pemboran dan peledakan untuk batuan keras (massive).
1. Pemboran
Pemboran dalam hal ini bertujuan untuk
memperoleh lubang ledak agar peledakan dapat dilakukan. Peralatan pemboran yang
digunakan saat ini adalah satu buah Crawlair Rock Drill (CRD) merek
Furukawa tipe PCR-200 sebanyak satu unit.
Crawlair Rock Drill (CRD) tersebut
digerakkan oleh kompresor merek Atlas Copco tipe XA 350 CC.
1.1 Arah
Pemboran
Arah lubang ledak yang diterapkan saat
ini adalah lubang bor vertikal, dengan arah kemiringan 80o sehingga
didapatkan lubang ledak dengan pemboran miring.
1.2 Pola
Pemboran
Pola pemboran yang dilakukan di CV.
Gunung Batujajar adalah pola lubang ledak selang seling atau staggeret drill
pattern. Tujuan dilakukannya pemboran seperti ini agar saat peledakan
berlangsung akan memberikan distribusi energi bahan peledak terhadap batuan
yang diledakkan. Sehingga pola pemboran ini akan menunjang terhadap pola
peledakan yang diterapkan.
1.3
Kecepatan Pemboran
Kecepatan suatu pemboran di lokasi
penambangan batu andesit banyak dipengaruhi oleh kekerasan batuan, diameter
mata bor dan masalah-masalah yang dihadapi saat proses pemboran dilakukan.
Berdasarkan data dan perhitungan, diketahui daur (cycle time) rata-rata
pemboran dilapangan adalah 54,3 menit/lubang
Dari data di atas, maka dapat ditentukan Vdr dan Vt
dengan persamaan-persamaan sebagai berikut :
Vdr
=
H/CTp =
8,9 meter/54,3
menit = 0,16 meter/menit
Atau
= 60 menit/jam
/ 54,3 menit = 1,1 lubang bor/jam
Dimana :
H
: Kedalaman lubang bor rata-rata = 8,9
meter
CTp
: Waktu daur pemboran rata-rata = 54,3
menit
Vdr
: Kecepatan
pemboran
= 0.16 meter/menit
1.4
Efisiensi Waktu Kerja
Adapun tahap-tahap untuk menghitung efisiensi kerja alat
pemboran adalah mengetahiu waktu kerja yang tersedia dan waktu kerja produktif
berdasarkan waktu kerja yang ditetapkan CV. Gunung Batujajar dalam satu hari
kerja.
Dari tabel jadwal kerja tersebut diketahui waktu kerja
tersedia per hari yang dikurangi waktu istirahat adalah 540 menit. Sedangkan
waktu kerja produktif per hari adalah 465 menit atau 7,75 jam/hari. Kenyataan
dilapangan waktu kerja produktif tidak sebesar 465 menit, karena adanya
kelambatan-kelambatan yang ditemui selama jam kerja. Hambatan yang terjadi
selama jam kerja produktif dibagi dalam dua kelompok, yaitu hambatan kerja yang
tidak dapat dihindari hambatan kerja yang masih dapat dihindari.
Berarti jumlah waktu produksi yang
hilang dalam operasi pemboran dikarenakan adanya kelambatan-kelambatan,
dihitung dengan penjumlahan kelambatan waktu yang dapat dihindari dan yang
tidak dapat dihindari adalah :
(55+60) menit = 115,63 menit.
Jika diketahui jumlah waktu kerja produktif dalam satu
hari kerja sesuai dengan jadwal adalah 465 menit, sehingga diperhitungkan waktu
kerja efektif rata-rata alat bor saat ini (We) = (465-115,63) menit = 349,37
menit. Berarti kerja alat bor yang digunakan di CV. Gunung
Batujajar diperhitungkan menjadi
:
Efisiensi
Kerja =
(waktu kerja efektif / waktu kerja produktif) X 100%
= 349,37 menit/hari / 465 menit/har = 75,13%
Waktu kerja efektif untuk melakukan pemboran = efisiensi
kerja x waktu kerja produktif
= 75,13% x 465 menit
= 349 menit/hari ≈ 5,82 jam/hari
Maka jumlah lubang bor yang dihasilkan dalam satu hari
oleh satu alat bor (CRD) dengan waktu kerja efektif 5,82 jam/hari adalah = 1,1
lubang bor/jam x 5,82 jam/hari
= 6,40
lubang bor/hari ≈ 6 lubang bor/hari
dilapangan adalah 5 lubang bor/hari.
2. Peledakan
2.1
Prosedur Peledakan
Prosedur peledakan yang telah dilakukan di CV. Gunung
Batujajar adalah sebagai berikut :
A.
Tahap Parsiapan
Sebelum Peledakan
Persiapan sebelum peledakan di CV.
Gunung Batujajar dilakukan dengan cara mempersiapkan dahulu semua bahan dan
peralatan yang diperlukan, yang akan dipakai dalam proses peledakan. Kemudian
bahan peledak tersebut dibawa ke lokasi peledakan yang telah di amankan
sebelumnya.
B. Tahap Pembuatan Primer
Primer yang dipakai di CV. Gunung Batujajar terdiri dari power
gel jenis powergel magnum 3151 dengan berat 154 gr/batang dan detonator
listrik jenis millisecond delay. Pembuatan primer dilakukan langsung di lokasi
yang akan diledakkan oleh juru ledak. Adapun tahap kegiatannya adalah :
mula-mula power gel dilubangi dengan kayu atau pensil, tapi
kadang-kadang dengan menggunakan jari (kebiasaan di lapangan agar lebih
praktis). Kemudian detonator dimasukkan dengan cara dittekan kuat kedalam power
gel yang telah dilubangi tadi, agar tidak mudah lepas kabel detonator
dililitkan pada power gel.
C. Tahap Pengisian Bahan Peledak
Sebelum primer dimasukkan lubang ledak
diperiksa terlebih dahulu apakah mengandung air atau tidak, selain itu juga
dilakukan pemeriksaan kedalam lubang ledak karena kedalaman llubang ledak dapat
berubah akibat runtuhan batuan. Apabila lubang ledak tersebut mengandung air
maka harus dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan kayu yang ujungnya
dibalut dengan kain. Kemudian primer dimasukkan kedalam lubang ledak dengan
hati-hati agar detonator tidak lepas dari power gel. Setelah primer
berada di dalam lubang ledak, ANFO dituangkan perlahan-lahan.
D. Tahap Penentuan Lubang Ledak (Stemming)
Di lapangan tahap ini dilakukan dengan menggunakan
material yang ada di lokasi (tanah atau material hancuran hasil pemboran).
Pambuatan stemming dilakukan setelah pemadatan isian bahan peledak.
E. Tahap Penyambungan Rangkaian
Penyambungan rangkaian yang dilakukan adalah secara seri.
Di lapangan sambungan leg wire (kabel detonator) pada tiap detonator
hanya berukuran sama dangan kedalaman lubang ledak, maka diperlukan kabel
pembantu (connecting wire) untuk menghubungkan tiap-tiap leg wire sebelum
disambung dengan kabel utama (leg wire). Setelah itu dilakukan
pengetesan tahanan terhadap rangkaian dengan menggunakan om meter, lalu
rangkaian tersebut disambungkan ke exploder (blasting machine)
F.
Tahap Persiapan
Sebelum Pelaksanaan Peledakan (Mencari Tempat Berlindung)
Tahap [ersiapan sebelum peledakan dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan pada pemegang blasting machine (juru ledak)
khususnya dan orang sekitar area yan akan diledakkan. Untuk tambang terbuka
dalam menentukan tempat berlindung harus dipertimbangkan arah dan jarak
pelemparan dari batuan hasil peledakan tersebut. Jika sudah
diketahui arah dan jarak pelemparannya, maka harus diambil arah yang berlawanan
dari arah pelemparan tersebut.
G. Tahap Peringatan Sebelum Peledakan
Sebelum pelaksanaa peledakan perlu diberi aba-aba kepada
orang-orang yang berada di sekitar lokasi yang akan diledakkan agar segera
berlindung, begitu pula dengan peralatan yang ada di sekitar lokasi peledakan
di amankan. Aba-aba yang dimaksud berupa teriakan atau memakai alat seperti
sirine atau peluit. Adapun tenggang waktu antara aba-aba pertama dengan
peledakan haruslah cukup untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk
berlindung dan mengamankan peralatan yang ada disekitar lokasi peledakan.
H. Tahap Peledakan
Setelah semua persiapan peledakan dikerjakan, mulai dari
pembuatan primer, pengisian bahan peledak, sampai penutupan kolom isian bahan
peledak dan penyambungan rangkaian maka peledakan dapat dilakukan.
I. Pemeriksaan Setelah Peledakan
Pemeriksaan setelah peledakan dilakukan setelah 15 menit
atau setelah asap dari hasil peledakan hilang. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan oleh juru ledak dengan tujuan untuk mengetahui apakah dijumpai
peledakan yang gagal (misfire), jika semua telah meledak dengan baik dan
kawasan peledakan aman dari runtuhan batuan, maka akan diberi aba-aba lagi
bahwa peledakan telah berakhir dan operasi penambangan dapat dilanjutkan
kembali.
2.2 Volume
Peledakan
Volume
peledakan batu andesit keseluruhan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
V = B1 x S x n x H x Sin α
|
Dimana :
V = Volume batuan yang
diledakkan, (m3)
B1 = Burden semu
(m) ; S = Spacing (m)
L
= Tinggi Jenjang (m) atau (H-J) x Sin α
N =
Jumlah Lubang Ledak ; α = Kemiringan Lubang Ledak.
2.3 Pemakaian Bahan
Peledak
Bahan peledak yang dipakai perusahaan saat ini adalah
ANFO dari PT. Dahana, Tasikmalaya. Dengan perbandingan 94,5% berat AN
(Amonium Nitrat) berbentuk butiran dan 5,5% FO (Foil Oil). Sebagai primer
digunakan powergel magnum 3151 dengan kekuatan 80% berbentuk dodol dengan
ukuran berat 1 batang adalah 0,154 kg. Pemakaian bahan peledak untuk setiap
kali peedakan adalah tidak sama, tergantung dari jumlah lubang ledak yang
diledakkan.
2.4 Pola Penyalaan
Pola penyalaan yang diterapkan dilapangan CV. Gunung
Batujajar saat ini adalah peledakan secara 5 atau 6 lubang ledak dalam satu row
hingga lubang tembak yang diinginkan. Hal ini sangat berpengaruh sekali dengan
keadaan lingkungan, dimana lokasi peledakan tidak berapa jauh dari pemukiman
penduduk dan diakibatkan getaran terlalu tinggi apabila peledakan 7 lubang
ledak keatas sekaligus. Dimana rumah penduduk berada di antara
radius ±350 meter.
2.5 Letak Primer
Primer adalah suatu bahan peledak yang menerima penyalaan
dari detonator atau sumbu ledak. Hasil peledakan ini selanjutnya disalurkan
kebahan peledak. Dalam peledakan yang diterapkan di lapangan, primer
ditempatkan pada bagian bawah ( bottom primming).
Primer harus ditempatkan pada titik yang paling terkurung
dan ditempatkan pada lapisan batuad yang lebih keras. Letak primer ini akan
menentukan bagian jenjang yang akan ditekan dan dipindahkan. Dimana primer ini
berfungsi untuk menerima penggalak dari detonator.
Pembongkaran dan Pemuatan Hasil Peledakan
Hasil dari peledakan berupa bongkahan-bongkahan yang
masih bertumpuk di tempat atau lokasi peledakan akan dibongkar/gali oleh Backhoe
dan selanjutnya akan di muatkan ke alat angkut.
Untuk memenuhi target produksi, pekerjaan pemuatan batu
andesit di lokasi penambangan untuk di angkut ketempat penyimpanan sementara (Stock
Yard) digunakan Hydrolic Excavator atau (Backhoe) CAT 322.
Pengangkutan Material Hasil Peledakan
Pada proses pengangkutan hasil peledakan dari lokasi
penambangan sampai ke Crushing Plant digunakan alat angkut berupa ”Dump
Truck” dengan kapasitas 18.000 Kg/unit (10,7 M3).
Sistem pengangkutan akan menggunakan sistem pulang pergi
melalui satu jalan, setelah penumpahan muatan ditempat pengolahan alat angkut
akan kembali pada jalan yang sama.